Wajah Masa Depan Politisi Busuk.
Kritik terhadap kualitas politisi Muda maupun Tua (baca : biang-kerok) lagi-lagi membuat mata masyarakat menjadi antipati terhadap kursi-kursi yang akan diduduki di senayan nanti pada saat pemilu yang belum tentu JURDIL (baca: jujur & adil). Ironisnya banyaknya pegiat dan ahli dalam bidang ilmu untuk memajukan Negara Republik yang ber-Bhineka ini tidak mencerminkan kebutuhan bangsa yang besar ini akan pemuda dan generasi bangsa yang baik (baca: semakin membusuk dari suful dan faal). fraksi maupun fatsun politik binal, semakin membuat masyarakat mengerti yang mana partai koalisi sesungguhnya dan partai puritan (baca: Tea-party) ataupun partai non pemerintahan (baca: yang berseberangan dengan tujuan bangsa ini didirikan (OPOSISI) ). Terjebaknya para elite ini sangat disayangkan karena memihak kepada golongannya masing-masing, bukan kepada kemajuan berbangsa dan bernegara yang adil dan makmur. Seperti di tuangkan dalam sila-ke4 (baca: KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH "HIKMAT DAN KEBIJAKSANAAN" DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN)
Kekerdilan para elite yang mengatasnamakan golongannya semakin membuat masyarakat sadar,bahwa "Tiap golongan mencoba untuk mengungguli yang lain, dan berakibat pada perdebatan yang bertele-tele tanpa hasil dan terobosan pemikiran yang murni dan rancangan BERBANGSA DAN BERNEGARA". Ir. Sukarno pernah berpendapat kepada ketua-ketua partai politik yang tumbuh di era Demokrasi Parlementer tahun 1955-1959,yaitu: "Apakah saudara-saudara mempunyai rencana untuk masa depan bangsa ini, jika saudara memegang tampuk kekuasaan? tidak beberapa (banyak) yang mempunyai gambaran yang jelas mengenai ini. Ini adalah sama saja dengan Istanaku (baca: dari samudra yang mennyatukan Nusantara hingga aceh sampai Kepulauan Papua) diobrak-abrik oleh karena tidak adanya yang mempunyai pikiran yang membangun selain daripada menjawab tantangan, tentu mesti ada kamar tidur dan kamar makan dan perlu ada kursi. Cuma itu yang mereka tahu. Rencana sesungguhnya telah dikaburkan demi kepentngan money-politik dari beberapa tokoh-tokoh tua karena lari dan kabur dari permasalah (baca: Tidak Tegas). karena setiap tokoh politik hanya mengimpikan 'gedung yang indah'. Akan tetapi, bagaimana membangunnya, itulah yang tidak mereka ketahui".
Tiap golongan mencoba mengungguli yang lain, banyak fitnahan, caci-maki, pencampuradukkan kritik-kritik yang mematikan, karena setiap suara menuntut untuk didengar. Masih ada kritik yang membangun namun Bangsa Indonesia masih mencari politisi-organisatoris yanng memiliki mutu tinggi. yaitu selain tangkas dan handal dalam mengurus organisasi, mereka juga harus memiliki pemikiran dan konsep BERNEGARA YANG JELAS!!.
Supaya didengar oleh penduduk dan masyarakat disekelilingnya. Tidak banyak karya yang dapat memajukan bangsa, karya Sukarno seperti "Indoensia Menggugat" dan "Dibawah Bendera Revolusi" atau karya Sjahrir "Perjuangan Kita" menunjukkan kualitas pemikiran politisi Indonesia pada saat itu.
PENUTUP.
Ketika para politis muda hingga tua hanya punya taktik yang kerdil dengan jargon yang lusuh dan usang karena miskin ide, Legislatif hanya menjadi kursi empuk untuk tawar-menawar harga kue kekuasaan.
Sjharir dalam artikelnya yang bertajuk "pemilihan Umum Untuk Konstituante (baca: konstituen/ Masyarakat)" diharian Sikap, Tertanggal 5 Desember 1955, menulis. "Para Politikus dengan kekurang pengalaman dan pengetahuan mungkin dapat membawa negara ke jalan buntu. tapi seluruh rakyat akan membantu negara menemukan jalannya".
Wasalam.
JAKARTA. SALEMBA RAYA.
HUTAN BELANTARA.
Agung Tuanany.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Agung Tuanany
Salemba Raya
Penajra Bau-Tanah