Setan-setan Pembaca
OPINI| 23 July 2013 | 19:07Kuhapus tangis sedih bak..
Bak makin menggila.
Bak makin menghilang.
Untuk cita
Untuk asa
Untuk perjuangan
Untuk puasa
Untuk menahan kemuakkan
Untuk menahan rasa sakit.
(Baca: waiting in Pain).
Bagaikan PER yang elastis.
Ditarik dan di ulur.
Mengkerut dan terjulur.
Sekali lagi layar monitor dari parabola masih membicarakan kembali ke Undang-undang yang membesarkan Tuan-tuan Kapitalis.
Oh !!!!!
Semakin menganga pantat pembantu-pembantu Istana bersama dayang-dayang Srimulat.
Semakin menganga nanah yang ada di pipiku.
Bisul ini mau pecah.
Tapi ingat..
Suara-suara itu hanya sebagai ..
Suara anak anjing..
Yang berubah menjadi Serigala.
Bahkan Singa Padang Pasir Nusantara.
Yang hanya melihat ..
Tanpa bergerak.
Yang hanya melengos..
Tanpa mimik !!.
Bak preman buronan.
Semua di pukul rata.
Memang kau kira…
Aku Tim jihad.
Kau suruh aku pake peci.
Kau suruh aku panjang kan kumis.
Kau suruh aku klimis.
Kau malah amat waspada.
Kau tembak dia..
Sebelum kau tanya nama Tuhan nya..
Mending hidup di penjara..
Daripada dunia ilusi yang memenjara.
Memenjara horison. Memenjara cakrawala.
Yang hanya tertawa bersama.
Yang hanya bisa menahan luka.
Yang hanya tersenyum bersama.
Yang hanya bisa menahan sakit kepala.
Yang hanya bisa berjualan.
Yang datang menagih.
Menagih janji-janji wakil representatif dengan prosentase margin keuntungan yang merugikan yang di wakili. Menjadi buruh di perusahaan Global namun kendala masih terus silih berganti, kusebut angin guntur hingga petir.
Sepatu ku baru saja kulepas.
Memasuki bulang yang teramat suci.
Muhammad menyuruh ku.
Menyuruh ku untuk melepaskan parang.
Menyuruh ku untuk mepelaskan pedang.
Menyuruh ku untuk melepaskan bayonet
Menyuruh ku untuk melepaskan badik.
Menyuruh ku untuk melepaskan amarah.
Karena…
Setan-setan pembaca seperti kamu yang selalu di landa ke canggungan hingga seperti babi yang hidup di dalam rimba kehidupan yang ilusional.
Selamat membaca.
Dan menikmati.
Hanya untuk mu…
Teruntuk padi yang menguning lagi keriput.
Suaramu tak terdengar merdu.
Teruntuk daun muda yang berkembang mengkerut kan generasi gagal hari ini.
Teruntuk benih yang tertanam.
Wasalam.
Jakarta. Salemba Raya.
Agung Tuanany.
nb: tulisan ini pun telah di muat di kompasiana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Agung Tuanany
Salemba Raya
Penajra Bau-Tanah